Minggu, 19 Januari 2020

Filosofi tentang seni dan keindahan

Filosofi Seni Dan Keindahan
Keindahan (beautya) mengisi beragam dunia mulai dari mikrokosmos sampai pada makrokosmos. Tema "Kosmo" mengandung pengertian tertib sebagai lawan kata "chaos". R.E. Brennan (1959) menyatakan bahwa seni keindahan itu berada pada ketertibannya, pada pesona susunan dari seluruh bagiannya, dan pada sifat kegenapannya. Keindahan itu berada pada deburan ombak yang memecah, berada pada gemerciknya air mengalir, berada pada kelap kelipnya bintang dan contoh-contoh lain yang tidak terhingga banyaknya.
Sejumlah contoh keindahan di dalam alam dan budaya kehidupan dan penghidupan masyarakat itu membekas dalam diri seniman. Timbullah proses peniruan alam dalam dirinya, dan dalam rangka berkomunikasi dengan sesamanya, maka terciptalah seni lukis, seni pahat, seni sastra, seni musik, dan sejumlah seni lainnya. setiap seni menyampaikan pesan (encoding) dengan masing-masing cara sesuai dengan karakteristiknya. Ada penikmat yang dapat membaca pesan itu dan ada yang belum, tergantung pada kepekaan seni dan keindahan didalam dirinya.
Keindahan dapat mengundang keharuan, betapa tidak setiap yang indah memiliki ketertiban, setiap yang tertib penuh dengan informasi, sesuatu yang penuh dengan informasi akan memiliki spektrun yang luas untuk berkomunikasi dengan manusia melalui sensibilitas yang dimilikinya. Dalam diri manusia telah terakumulasi sejumlah memori dari yang manis sampai yang pahit, asin sampai hambar, panas sampai dingin, susah sampai senang, santai sampai serius, takut, sampai berani, memuaskan sampai mengecewakan, menyelamatkan sampai mencelakakan, dan space-space lainnya berdasarkan spektum pengalaman hidupnya.
selain memori-memori tersebut dalam diri manusia tersimpan pula angan-angan yang sementara diperjuangkan dalam kehidupannya. Apabila terjadi persesuaian dalam bentuk koherensi antara obyek seni dengan memori atau angan-angan dari subyek sebagai penikmat seni, maka gejala penyesuaian itu membangkitkan resonansi dalam diri manusia.
Gejala resonansi ini terbangkit karena frekuensi getar dari obyek seni yangpersis sama dengan penikmat seni, maka melalui empati dan simpati, dapat saja siapapun yang mendengarkan cerita bersambung dari radio, atau melihat sinetron dari televisi, atau menghayati cerita sinrilik atau pakacaping akan "trenyuh" sambil meneteskan air mata, atau cerita heroik perjuangan pahlawan nasional seperti Sultan Hasanuddin, panglima besar Jenderal Sudirman, Pangeran Diponigoro, dan lain-lain.
Akan tetapi keindahan bagi masing-masing orang terkadang apresiasinya tergantung pada pribadi yang bersangkutan, oleh karena disebabkan sesuatu yang diapresiasi dapat dikatakan indah namun orang lain menganggapnya tidak indah, demikian pula sebailknya. itulah karya seni yang titik tolaknya tergantung persepsi atau rasionilitas seseorang yang menilainya.
Misalnya orang yang melukis melalui bahan berbentuk powder berwarna lalu ia memakan atau memasukkan kedalam perutnya secara teratur  dan dikocok dengan caranya sendiri lalu kemudian dimuntahkannya dan kemudian muntah itu diatur dan ditata sampai membentuk sebuah karya seni lukis yang indah, dan ini bagi orang lain  jarang atau sulit untuk dapat melakukannya. Dari segi  lukisannya jelas memiliki keindahan demikian pula dari proses menghasilkan karyanya itu juga cukup unik dan itulah keindahan  seni membuat kerya lukisan yang dilakukannya.
Pada kondisi ini orang dapat bertanya dimana nilai seninya?. Bagi yang membuat karya ini terlepas dari bahan dasar yang dipakainya melukis, menurutnya hasil karyanya indah bahkan lain dari pada yang lain dan baginya ada kepuasan tersendiri namun bagi orang lain mungkin menjijikan sehingga melihatnya saja tidak mau apalagi menikmati nilai seninya. Pertanyaannya bagaimana dengan anda apabila menemukan cara unik dalam menghasilkan karya seni, itu tentu kembali kepada masing-masing pribadi apa lagi jika seni yang di maksud dalam arti luas, pasti akan beragam karya seni yang dihasilkan.

0 komentar:

Posting Komentar