Jumat, 17 Januari 2020

PERKEMBANGAN TARI TOPENG


 Perkembangan tari topeng di Indonesia terbilang sangat dinamis dari masa ke masa, terkhusus di daerah Cirebon yang mempunyai beberapa jenis tari topeng maupun tari – tarian lainnya serta di dukung adanya sanggar-sanggar yang menaungi dan melestarikan demi tetap menjaga eksistensi kesenian yang ada di daerah Cirebon, khususnya ‘Tari Topeng Cirebon’ yang tetap eksis dan semakin dikenal masyarakat luas. Tari  topeng sendiri adalah salah satu kesenian tradisional Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10 s/d 11M. Pada saat Cirebon menjadi pusat pengembangan syiar agama Islam, Sunan Gunung Jati bersama dengan Sunan Kalijaga, mengangkat kesenian Wayang dan Tari Topeng menjadi tontonan di keraton yang juga berfungsi sebagai tuntunan dalam penyebaran agama Islam.
     Pada mulanya, pergelaran seni Tari Topeng dan Wayang Kulit di Keraton Cirebon selalu berdampingan erat. Pergelaran seni Tari Topeng pada siang hari dan Wayang Kulit pada malam harinya dilakukan oleh orang yang sama. Dengan demikian, Dalang Topeng pada siang hari adalah seorang laki-laki yang merangkap sebagai Dalang Wayang Kulit pada malam harinya.
     Disamping itu, kesenian ini dahulu biasa digelar pada upacara-upacara adat yang diselenggarakan masyarakat seperti Mapag Sri, Sedekah Bumi, Ruwatan dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, Tari Topeng menjadi salah satu seni pertunjukkan (jenis tarian) yang memiliki bentuk penyajian tersendiri yang disebut ‘Topeng Babakan’ atau ‘Topeng Binaan’ yang para penarinya memakai kedok (Topeng) sebagai penutup muka, biasanya kedok yang ditampilkan pada satu kali pertunjukan Topeng terdiri dari: Panji, Pamindo (Samba), Rumyang, Tumenggung dan Klana (Rahwana).
                                                                                                   
                                          


0 komentar:

Posting Komentar